Sebuah Pandangan dari Mahasiswa Unpad yang Awam Akan BEM Kema Unpad
Hidup Mahasiswa!!!
Kampanye Calon Presiden dan Calon
Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Padjadjaran
(Capres-Cawapres BEM Unpad) telah ditutup pada Selasa (27/11) lalu. Kampanye
untuk memeriahkan Pemilu Raya Unpad (Prama) itu bertujuan memperlihatkan kepada
mahasiswa Unpad siapa saja calon yang pantas dan akan menjalankan kelanjutan
kepemimpinan eksekusi Keluarga Mahasiswa Unpad. Dari kampanye ini, setidaknya
mahasiswa Unpad yang awalnya belum mengetahui bagaimana kualitas calon pemimpin
bisa mengenal dan menilai sendiri bagaimana pemimpin yang baik untuk BEM Kema
Unpad. Hal ini dilakukan karena memang sistem yang diterapkan adalah sistem
demokrasi, yang menuntut adanya kampanye, agar calon pemilih bisa memiliki
gambaran untuk memberikan suaranya. Sangat diharapkan suara yang diberikan
tidak asal-asalan.
Baru Kenal di Prama Unpad 2012
Jujur, saya bukan tim sukses
salah satu calon, saya tidak satu jurusan dengan masing-masing calon, saya
tidak pernah satu KKN dengan masing-masing
calon. Pada intinya saya tidak pernah mengenal masing-masing calon, sebelum
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Unpad mempersilahkan mereka memperkenalkan diri
pada khalayak Unpad, dan ‘bernarsis’ diri agar mereka calon pemilih melirik
pada mereka. Lebih tepatnya, saya benar-benar mengetahui siapa mereka sejak
Prama dipanas-panasi oleh kabar bahwa
adanya bakal calon yang mengundurkan diri karena ambiguitas peraturan menurut
bakal calon tersebut. Ya, saya sendiri yang membuat tulisan ‘ambiguitas
peraturan KPU’ tersebut.
Di sini saya menulis tulisan ini,
hanya memberikan pandangan saya terhadap capres-cawapres. Berdasar pada pasal
28 UUD 1945, saya berhak menyampaikan pendapat saya. Penilaian saya objektif,
berdasar pada apa yang saya perhatikan selama sekitar satu bulan atau lebih.
Mungkin tak cukup waktu sebulan untuk menilai calon-calon ini, tapi apa boleh
buat, saya baru mengenal mereka baru ketika kampanya Prama akan dimulai.
Baiklah, saya akan langsung memberikan pandangan terhadap Helby-Nabila dan
Wildan-Rendy.
Kemampuan Menyampaikan Pesan
Dari dua pasang calon tersebut,
saya lebih dahulu mengenal Wildan-Rendy, ketika memberikan tambahan kesaksian
atas ambiguitas KPU yang saya beritakan. Awalnya saya ingin mewawancarai kedua
pasang calon, tapi saya hanya punya link ke Wildan. Namun, ini tidak masalah,
karena saya hanya menambahkan data dari sisi calon yang lain.
Ketika akan mewawancarai Wildan,
ia mengajak Rendi untuk bersama-sama menjawab pertanyaan saya. Dari sana saya
menilai bahwa pasangan ini kompak, dan selalu bersama-sama dalam mengambil
keputusan. Namun, di sisi kritis saya, saya justru menilai Wildan yang nantinya
akan menjadi Presiden, pemimpin teratas, tidak mampu mengambil keputusan atas
pemikiran sendiri, selalu butuh bantuan Rendi.
Hal ini juga berlanjut pada sesi
debat Capres-cawapres hari kedua, di gerbang lama kampus Unpad Jatinangor. Saya
menilai di sana Wildan selalu meminta bantuan kepada Rendi untuk melengkapi
jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Di satu sisi bisa dinilai baik, mereka
kompak dan saling melengkapi. Namun, di sisi lain, ini cukup berbahaya jika
Presiden Kema kelak tak mampu mengatasi secara total jika ia harus berjuang
sendiri dalam suatu keadaan yang pelik.
Beberapa hari setelah tulisan
saya beredar di dunia maya, saya baru bertemu dengan Helby yang saat itu tengah
berkeliling kawasan Unpad, melihat aktivitas mahasiswa Unpad di sore hari. Saat
itu Helby datang bersama Iqbal, salah satu Tim Sukses Helby-Nabila ke taman
komplek UKM Unpad bagian barat. Di sanalah saya pertama kali berbincang dengan
Helby. Helby terkesan ramah, dan tak banyak bicara. Satu sisi saya menilai
Helby tak mampu berdialog banyak dengan mahasiswa Unpad lainnya yang baru ia
kenal, di sisi lain saya juga menilai Helby adalah pendengar yang baik, yang
mendengarkan kritikan dan masukan mahasiswa Unpad lainnya.
Hal tersebut berbeda dengan Helby
yang ada di dunia maya (Facebook). Tak jarang Helby yang “berteman” dengan saya
beberapa hari setelah saya masuk grup Warna-warni Unpad—sebuah grup diskusi,
kritikan, dan masukan, serta kampanye bagi Helby-Nabila, mampu menjawab hampir
semua pertanyaan dan kritikan yang disampaikan kepadanya.
Helby menjawab dengan pilhan kata
yang sedikit ‘nyeleneh’ dan banyak bercanda. Hal tersebut bisa dinilai
positif,
yakni sebagai cara Helby bergaul dan merakyat dengan mahasiswa Unpad lainnya
secara umum, bisa juga dinilai negatif, yakni memang begitulah cara Helby, yang
terkesan kurang serius.
Hal ini menjadi suatu
perbandingan dengan Wildan-Rendi yang terkesan banyak diam di grup lain yang
mereka jadikan wadah diskusi, pemberian kritikan, dan masukan serta kampanye,
Wafer Unpad. Wildan-Rendi lebih banyak diam, dengan segala kritikan. Pernah di
awal-awal pembentukan grup, ada oknum yang memaki pasangan Wildan-Rendi, mereka
tidak mampu menjawab. Yang menjawab hanyalah tim sukses dan orang-orang yang
membela mereka. Saya juga pernah melemparkan suatu pertanyaan, namun tidak
dijawab. Padahal beberapa detik setelahnya salah satu dari Wildan-Rendi
mengomentari sebuah postingan yang dipost oleh Tim Sukses mereka.
Ini berbeda dengan Helby. Ketika
pasangan Helby-Nabila dihujani banyak pertanyaan, Helby mampu menjawab dengan
menyesuaikan cara menjawab dengan cara orang yang bertanya memberikan
pertanyaan. Ketika pertanyaan sedikit tidak sopan, ia cukup menjawab dengan
cara ‘nyeleneh’dan banyak bercanda. Ketika pertanyaan serius dan sopan, ia pun
menjawab dengan sopan dan serius.
Untuk Nabila, saya baru
mengenalnya beberapa hari sebelum debat calon, ketika Helby-Nabila berkunjung
ke Unit Pencinta Budaya Minangkabau (UPBM). Saat itu saya dan teman-teman baru
saja memulai forum evaluasi hari sekre—sebuah aktivitas rutin UPBM. Di sana
Nabila memperkenalkan dirinya, dan mencoba menjawab beberapa pertanyaan anggota
UPBM yang ingin bertanya pada Helby-Nabila. Jujur, saya menilai Nabila sedikit
susah untuk pemilihan kata-kata dalam penyampaian sebuah pesan, mungkin karena grogi. Namun, di balik kegrogiannya itu, pesan yang ia sampaikan to the point, tidak berbelit-belit. Hal
ini menjadi nilai positif, di balik nilai negatif yang ada pada diri Nabila.
Media Kampanye
Selama masa kampanye, banyak cara
yang dilakukan calon dan tim suksesnya masing-masing untuk menarik perhatian
mahasiswa Unpad. Ada baligho, poster, spanduk, pamflet, video, dan lain-lain. Antara
dua calon ini, dalam hal publikasi kampanye, mereka seperti tidak sebanding.
Pasalnya, publikasi kampanye Wildan-Rendi ada di banyak sudut-sudut penting
Unpad, terutama Unpad Jatinangor. Untuk baligho ada dua di Jatinangor, dan ada
satu di Dipatiukur. Selain itu juga ada spanduk-spandu yang terletak di sisi
unpad yang sering dilalui mahasiswa Unpad. Begitu juga dengan publikasi lainnya
yang tergolong kecil seperti pamflet dan poster. Hal ini berbeda dengan
Helby-Nabila yan hanya punya dua baligho, masing-masing di Jatinangor dan
Dipatiukur, dan selebihnya pamflet-pamflet kecil yang disebarkan.
Wildan-Rendi terkait publikasi
itu pernah ditanyakan dari mana uang mereka bisa memproduksi begitu banyak
publikasi. Mereka diminta untuk meberikan transparansi. Jawaban yang keluar
dari pihak Wildan-Rendi ialah ini merupakan dana sumbangan, dan pihak
Wildan-Rendi memperlihatkan bukti tertulis di web mereka mengenai aturan
tertulis dari pihak mereka terkait uang pemasukan untuk kampanye Wildan-Rendi.
Dua baligho yang diterbitkan di
Unpad Jatinangor menyampaikan dua isi yang berbeda. Pada baligho pertama, hal
yang disampaikan adalah prestasi dan pengalaman keorganisasian WIldan-Rendi.
Pada baligho kedua, yang disampaikan barulah visi misi dan rencana program
kerja Wildan-Rendi jika nanti terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden BEM
Kema Unpad. Baligho kedua ini barulah bisa dibandingkan dengan baligho
Helby-Nabila yang juga menyampaikan visi-misi dan rencana program, kerjanya.
Selain publikasi baligho, dalam
masa kampanye juga ada video yang beredar di Facebook. Sejauh pengamatan saya
mengikuti perjalanan kampanye dua pasang calon ini, saya hanya melihat dua
video kampanye, dua-duanya diedarkan oleh pasangan Wildan-Rendi. Mungkin
Helby-Nabila juga menggunakan video sebagai media kampanye, tapi saya tak
melihatnya.
Dua video yang dikreasikan tim
sukses Wildan-Rendi dapat dinilai aneh dan tidak merepresentasikan ‘kekuatan’
yang mereka tawarkan untuk bisa menjadi Presiden-Wakil Presiden BEM Kema Unpad.
Pada video pertama, yang diperlihatkan hanyalah hobi Wildan-Rendi, yakni masing-masing
bola basket dan futsal. Pada video kedua, justru makin aneh lagi. Video yang
dibuat berisikan mahasiswa-mahasiswa Unpad yang menari-nari “Gangnam Style”
yang dipopulerkan PSY dari Korea. Di sana Wildan-Rendi juga memberikan beberapa
pesan-pesan, salah satunya pesan anjuran memakai helm, meskipun Rendi yang
sendiri tidak memakai helm ketika mengendarai sepeda motor. Namun, setidaknya
ini adalah usaha lebih dari pasangan Wildan-Rendi dalam berkampanye dibanding
pasangan Helby-Nabila yang lebih sering berkampanye berkeliling Unpad.
Debat Kandidat
KPU memiliki agenda terakhir
dalam masa kampanye, sebelum masa tenang dan masa pencoblosan, yakni debat
capres-cawapres. Dalam debat tersebut sebenarnya kita bisa melihat kualitas
pemikiran dan cara komunikasi antara dua calon ini. Debat ini melibatkan
beberapa panelis berpengalaman dan mahasiswa Unpad lainnya.
Tanpa saya sebutkan pun
sebenarnya mahasiswa Unpad lainnya yang datang saat itu bisa menilai dan
membandingkan kualitas pemikiran Helby-Nabila berada di atas Wildan-Rendy.
Wildan-Rendi memiliki kualitas dalam menyampaikan kata-kata, dan mereka cukup
berusaha atraktif dalam berkomunikasi pada debat tersebut. Namun, Wildan-Rendi
cenderung menyampaikan hal-hal yang normatif dan bertele-tele, sehingga panelis
sendiri terkesan sulit menangkap maksud jawaban dari Wildan-Rendi.
Saya punya beberapa alasan
mengapa kualitas pemikiran Helby-Nabila lebih baik, berdasar pada
pandangan saya pada saat kampanye. Helby-Nabila lebih awal mendapat pertanyaan
dari panelis yang begitu menekan dan terkesan memojokkan. Namun, Helby-Nabila
mampu menjawab tekanan tersebut dengan tenang, bahkan Helby dengan berani
mengembalikan penekanan ke panelis, yang tak mampu dikembalikan oleh panelis. Hal
serupa juga diperlakukan kepada Wildan-Rendi, namun Wildan-Rendi menjawab
dengan bertele-tele, dan membuat panelis terus bertanya, hingga panelis
terkesan malas untuk bertanya lagi.
Selanjutnya, panelis memberikan
sebuah permainan yang memperlihatkan bagaimana calon mempersepsikan sebuah kata
menurut pengalaman dan pemahamannya. Panelis menyebutkan satu kata, calon harus
membalas dengan kata lain yang merupakan persepsi calon terhadap kata tersebut.
Dari permainan tersebut terlihat Helby, meskipun gugup mampu menjawab dengan
baik setiap kata demi kata yang diberikan panelis. Setelah Helby, Wildan justru
terlihat jatuh perbandingannya dengan Helby dalam memberikan jawaban. Wildan
justru menjawab dengan kata-kata yang mirip atau sejenis dengan kata yang
dilemparkan panelis. Bahkan panelis mengeluarkan celetukan “Oh, My God”,
setelah Wildan menjawab kata terakhir yang dilemparkan panelis.
Banyak hal lain yang
memperlihatkan kualitas pemikiran Helby-Nabila dalam debat tersebut, meskipun
sebenarnya Nabila sendiri sedikit terbata-bata dalam penyampaian, namun
sebenarnya langsung mengenai sasaran pesan. Hal lain yang bisa dijadikan
penilaian adalah cara masing-masing calon menanggapi sebuah insiden dalam
debat. Insiden tersebut adalah pelemparan telur oleh anggota Front Aksi
Mahasiswa (FAM) setelah Iqbal, salah satu dari mereka memberikan pertanyaan.
Helby mampu menanggapi dengan tenang, dan melontaran sebuah kalimat. “Idealisme
tidak harus ditunjukkan dengan teriakan,” kalimat tersebut ditambah penanggapan
lain oleh Helby cukup membuat FAM tak kembali meneriaki Helby. Namun, ketika
Rendi mencoba menanggapi dengan normatif, “mau tidak FAM nanti bekerja sama
dengan BEM?”, FAM diwakili Iqbal kembali membalas dengan teriakan. Terdengar
samar-samar, “apa maksud Anda menanyakan hal tersebut?”.
Pandangan Teman-teman
Saya juga mendengar beberapa pandangan
mahasiswa Unpad lain mengenai dua pasangan calon ini. Untuk Wildan-Rendi,
beberapa saya mendengar bahwa BEM Kema akan tetap seperti yang sudah-sudah jika
mereka yang memilih. Helby-Nabila menawarkan suatu perubahan. Namun pasangan
Wildan-Rendi punya massa yang mutlak untuk pencoblosan nanti, ia tinggal
mencari suara-suara tambahan. Wildan-Rendi pun punya pengalaman dan prestasi
yang luar biasa untuk menjadi seorang pemimin Kema Unpad.
Untuk Helby-Nabila, dari awal saya mendapatkan
bahwa pasangan Helby-Nabila adalah calon yang minoritas dalam hal massa. Namun,
ada yang membantah karena Nabila mampu mewakili Unpad Dipatiukur. Saya juga
mendengar pandangan negatif terhadap Nabila yang kurang dalam vokalnya, dan itu
menjadi hal yang menjatuhkan Nabila.
Ini hanya pandangan subjektif
yang berusaha objektif dari saya. Saya tidak berusaha memengaruhi pembaca atau
mahasiswa Unpad lain untuk memilih satu di antara calon, tapi hanya
menyampaikan suatu pandangan sebagai mahasiswa Unpad yang awam akan politik
kampus, terutama di Kema Unpad. Saya juga hanya berusaha membantu teman-teman
untuk membuka pikiran terhadap calon yang akan dipilih. Saya juga tidak bermaksud menjatuhkan salah satu calon melalui tulisan saya, jika teman-teman pembaca mengangkap sebuah persepsi demikian.
Maka dari itu, satu pesan saya, pilihlah
yang terbaik. Masih ada waktu untuk kita memikirkan siapa yang terbaik untuk
Kema Unpad secara keseluruhan, bukan untuk kepentingan segelintir orang saja.
Banyak hal yang harus kita perbaiki untuk Kema Unpad, banyak hal juga yang bisa
lakukan untuk membuat nama Unpad jauh lebih baik, banyak hal juga yang bisa
kita lakukan untuk INDONESIA. Jangan sampai kita salah pilih. Jangan menilai
satu di antara dua calon ini karena subjektifitas dan kedekatan untuk kemudian
dipilih.
Carilah yang terbaik!!
Hidup Mahasiswa!! Hidup Rakyat Indonesia!!!
Silahkan dikomentari jika setuju, atau tidak setuju. Jika tak suka, mari berdiskusi di dunia nyata.
Semoga bermanfaat :)
Semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ngomong aja..