Sabtu, 19 Januari 2013

Kawah Putih, Indah namun Penuh Keluhan


“Semuanya ada di Jawa Barat,” ungkapan yang dinyanyikan Sule dalam iklan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk pariwisata tersebut memang benar adanya. Tak usah jauh-jauh, cukup datang ke ibukota Jawa Barat, Bandung wisatawan dalam dan luar negeri akan menemukan beberapa tempat wisata alam yang mengesankan.

Kawah Putih menjadi salah satu pilihan wisatawan yang ingin membuktikan nyanyian Sule tersebut. Dengan menampilkan alam pegunungan dan iklim yang dingin, Kawah Putih mampu membuat pengunjungnya terkagum-kagum. Tempat wisata yang satu ini masih berada di Kabupaten Bandung, tepatnya Ciwidey, sekitar 46 kilometer ke arah selatan pusat kota Bandung. Jadi, Kawah Putih menjadi salah satu pilihan terdekat pengunjung kota Bandung yang ingin melihat keindahan alamnya.

Secara geografis, Kawah Putih berada di area gunung Patuha. Menurut sejarah, gunung Patuha disebut-sebut masyarakat sebagai wilayah angker, karena tak ada satupun hewan yang berani mendekat. Hingga suatu saat, wilayah ini ditemukan oleh peneliti dari Belanda. Wilayah ini ditemukan dengan kandungan zat belerang, yang diduga menjadi penyebab hewan tak ada yang berani mendekat. “Penemunya bernama Junghuhn, seorang Belanda keturunan Jerman. Ia menemukan bahwa Kawah Putih terbentuk akibat letusan gunung Patuha pada abad 12,” jelas Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Jawa Barat Ahmad Djumarma Wirakusumah.

Pengunjung Kawah Putih memang mengakui sangat terguguah dan senang ketika melihat hamparan alam tersebut. Rini, salah seorang pengunjung yang berasal dari Jakarta mengaku baru kali ini dapat melihat keindahan alam seperti di Kawah Putih tanpa harus menapaki jalanan setapak yang terjal seperti menuju puncak gunung. “Saya tidak harus capek-capek mendaki gunung untuk melihat kawah seperti ini. Saya juga belum pernah mendaki gunung. Di sini saya dan orang tua cukup mengendarai mobil ke sini, lalu naik kendaraan umum di sini,” ungkap Rini memperlihatkan rasa kagumnya.

Di Kawah Putih pengunjung dapat melihat hamparan pasir putih bersih. Pasir tersebut menjadi lahan berpijak pengunjung untuk melihat keindahan kawah yang menjadi tujuan utama. Kawah putih menyerupai danau tersebut mengelurakan gumpalan-gumpalan uap yang merupakan panas karena zat belerang dalam kawah tersebut. Layaknya air mendidih, kawah tersebut senantiasa mengundang rasa penasaran pengunjung untuk menyentuh airnya. Tak hanya menyentuh, mereka juga mencoba untuk mencium bau zat tersebut, bahkan menjilati untuk mengetahui rasanya. Padahal, di sana telah terpampang papan himbauan untuk tidak menyentuh air kawah.

Selain itu, di sekitar kawah tersebut, pada pasir putih tersebut tumbuh banyak pohon yang beberapa di antaranya menggugurkan daunnya. Hal tersebut menjadikan tempat tersebut seperti daratan Eropa yang sedang mengalami musim gugur. Beberapa pengunjung tampak menikmati suasana pepohonan yang menggugurkan daun tersebut dengan mengambil foto diri mereka sendiri di depan pohon-pohon tersebut. Hasil fotonya, memperlihatkan mereka seperti sedang berada di daratan Eropa yang sedang dalam musim gugur.

Di samping kawah yang menjadi tujuan utama, terdapat sebuah goa. Goa tersebut berukuran cukup besar, pas untuk badan manusia yang ingin memasukinya. Namun, goa tersebut ditutup. Bahkan pengunjung dilarang untuk berdiri di depan goa tersebut terlalu lama. Menurut Ahmad Djumarma Wirakusumah, goa tersebut merupakan goa peninggalan Belanda. Mengenai mengapa goa tersebut ditutup, Ahmad juga tidak mengetahui penyebabnya.

Keindahan alam Kawah Putih masih tetap bisa dinikmati meskipun dalam kondisi hujan. Uap yang dihasilkan kawah menjadi seakan berkabut dan membentuk keindahan yang berbeda di Kawah Putih. Yang menjadi kendala hanyalah susahnya mengambil foto dan iklim yang semakin dingin.

Untuk dapat memuaskan hasrat rekreasi di Kawah Putih, pengunjung harus mengeluarkan biaya yang tergolong mahal untuk sekelas pariwisata alam, yakni Rp 17.000 per orang. Kemahalan biaya tersebut telah beberapa kali diungkapkan oleh wisatawan yang telah berkunjung. Khairul, pengunjung yang berasal Sumatera Barat, mengakui hal tersebut ketika diwawancarai oleh reporter Republika. “Jika dibandingkan wisata alam di kampung saya, Kawah Putih tergolong mahal. Belum lagi ongkos jasa angkutannya,” ujarnya mengeluhkan. Keluhan pengunjung tersebut ternyata juga diakui oleh Penasehat Asosiasi Travel Agen Wisata (Asita) Jabar, Hilwan Saleh. “Mahalnya harga tiket Kawah Putih memang sudah banyak dikomplain oleh wisatawan,” katanya ketika diwawancarai di kantornya, Jl. Tamblong No.8 Bandung. Harga tiket tersebut juga bisa sewaktu-waktu naik, sesuai kondisi waktu saat itu, waktu liburan atau tidak.

Selain biaya, hal yang dikeluhkan oleh pengunjung adalah angkutan umum menuju kawasan utama Kawah Putih dari tempat parkir di gerbang bawah. Angkutan yang dinamakan “Ontang-anting” tersebut dikeluhkan karena ugal-ugalan. Selain itu “Ontang-anting” tidak berpintu rapat atau bisa dikatakan terbuka. “Ontang-anting” hanya berpintukan jendela plastik yang bisa digulung ke atas. Hal ini dapat mengakibatkan kecelakaan, yaitu pengunjung atau barang bawaannya yang jatuh.

Sebenarnya, untuk angkutan menuju kawasan utama ada dua. Jika membawa mobil pribadi, pengunjung bisa menuju ke Kawah Putih dengan mobil tersebut. Namun, pengunjung dikenakan biaya yang cukup besar, yaitu Rp 150.000 per mobil, tetap ditambahkan dengan biaya masuk Rp 17.000 per orang. Mahalnya biaya masuk tersebut membuat pengunjung memilih menggunakan sarana “Ontang-anting” yang memungut biaya Rp 10.000 per orang dengan sistem antar-jemput.

Namun, meskipun mahal, Kawah Putih cukup menyediakan fasilitas yang baik untuk pengunjung. Selain Ontang-anting, juga disediakan tempat parkir kendaraan yang cukup aman, meskipun harus membayar Rp 5000 untuk motor, dan Rp 6000 untuk mobil. Kamar mandi dan tempat shalat juga tersedia di kawasan utama Kawah Putih. Selain itu, di kawasan utama juga terdapat jasa penyewaan payung ketika hujan, dan jasa pemotretan oleh masyarakat sekitar. Satu hal yang menjadi keluhan dan menjadi kekurangan fasilitas di sana ialah jaringan yang susah dijangkau. Ini menjadi usulan kepada pemerintah atau jaringan provider untuk memperkuat jaringan di kawasan utama Kawah Putih.

Segala keluhan yang diungkapkan pengunjung tersebut telah disampaikan kepada pemerintah dalam berbagai bentuk. Jika mencari internet, akan banyak ditemukan tulisan mengenai Kawah Putih berikut dengan komplainnya. Selain itu juga ada yang menyampaikan lewat media massa cetak Jawa Barat. Namun, hingga sekarang segala bentuk keluhan belum dapat ditangani oleh pemerintah. 
  
Untuk bisa sampai pada tempat wisata Kawah Putih, pengunjung dapat menempuh beberapa jalan alternatif. Jika mengendarai mobil, pengunjung dari Jakarta bisa lewat jalan Tol Kopo, terus menuju Soreang, hingga nanti memasuki daerah Ciwidey. Untuk yang berangkat dari Bandung juga bisa menempuh jalan tol, yaitu masuk jalan tol Pasteur, kemudian keluar di pintu tol Kopo untuk mengarungi jalur yang sama. Selain itu juga bisa lewat jalan biasa. Jika dari daerah Dago, bisa melalui jalan Pajajaran, masuk ke Cimahi, melewati Jalan Raya Nanjung, masuk Kopo kemudian Soreang, hingga terus ke Ciwidey. Jalur tersebut juga bisa ditempuh dengan sepeda motor. Jika menggunakan alternatif Jalan Soekarno-Hatta, pengunjung bisa terus menyusuri jalan itu hingga perempatan Margahayu, belok kiri menuju daerah Kopo, terus ke Soreang, lalu ke Ciwidey. Memasuki daerah Ciwidey, pengunjung terus menyusuri jalan tersebut hingga medapati tugu besar bertuliskan “Kawah Putih”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ngomong aja..

Powered By Blogger