“Semuanya ada di Jawa Barat,”
ungkapan yang dinyanyikan Sule dalam iklan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk
pariwisata tersebut memang benar adanya. Tak usah jauh-jauh, cukup datang ke
ibukota Jawa Barat, Bandung wisatawan dalam dan luar negeri akan menemukan
beberapa tempat wisata alam yang mengesankan.
Kawah Putih
menjadi salah satu pilihan wisatawan yang ingin membuktikan nyanyian Sule
tersebut. Dengan menampilkan alam pegunungan dan iklim yang dingin, Kawah Putih
mampu membuat pengunjungnya terkagum-kagum. Tempat wisata yang satu ini masih
berada di Kabupaten Bandung, tepatnya Ciwidey, sekitar 46 kilometer ke arah
selatan pusat kota Bandung. Jadi, Kawah Putih menjadi salah satu pilihan
terdekat pengunjung kota Bandung yang ingin melihat keindahan alamnya.
Secara
geografis, Kawah Putih berada di area gunung Patuha. Menurut sejarah, gunung
Patuha disebut-sebut masyarakat sebagai wilayah angker, karena tak ada satupun
hewan yang berani mendekat. Hingga suatu saat, wilayah ini ditemukan oleh
peneliti dari Belanda. Wilayah ini ditemukan dengan kandungan zat belerang,
yang diduga menjadi penyebab hewan tak ada yang berani mendekat. “Penemunya
bernama Junghuhn, seorang Belanda keturunan Jerman. Ia menemukan bahwa Kawah Putih
terbentuk akibat letusan gunung Patuha pada abad 12,” jelas Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia
(IAGI) Jawa Barat Ahmad Djumarma Wirakusumah.
Pengunjung Kawah
Putih memang mengakui sangat terguguah dan senang ketika melihat hamparan alam
tersebut. Rini, salah seorang pengunjung yang berasal dari Jakarta mengaku baru
kali ini dapat melihat keindahan alam seperti di Kawah Putih tanpa harus
menapaki jalanan setapak yang terjal seperti menuju puncak gunung. “Saya tidak
harus capek-capek mendaki gunung untuk melihat kawah seperti ini. Saya juga
belum pernah mendaki gunung. Di sini saya dan orang tua cukup mengendarai mobil
ke sini, lalu naik kendaraan umum di sini,” ungkap Rini memperlihatkan rasa
kagumnya.
Di Kawah Putih
pengunjung dapat melihat hamparan pasir putih bersih. Pasir tersebut menjadi
lahan berpijak pengunjung untuk melihat keindahan kawah yang menjadi tujuan
utama. Kawah putih menyerupai danau tersebut mengelurakan gumpalan-gumpalan uap
yang merupakan panas karena zat belerang dalam kawah tersebut. Layaknya air
mendidih, kawah tersebut senantiasa mengundang rasa penasaran pengunjung untuk
menyentuh airnya. Tak hanya menyentuh, mereka juga mencoba untuk mencium bau
zat tersebut, bahkan menjilati untuk mengetahui rasanya. Padahal, di sana telah
terpampang papan himbauan untuk tidak menyentuh air kawah.
Selain itu, di
sekitar kawah tersebut, pada pasir putih tersebut tumbuh banyak pohon yang
beberapa di antaranya menggugurkan daunnya. Hal tersebut menjadikan tempat
tersebut seperti daratan Eropa yang sedang mengalami musim gugur. Beberapa
pengunjung tampak menikmati suasana pepohonan yang menggugurkan daun tersebut
dengan mengambil foto diri mereka sendiri di depan pohon-pohon tersebut. Hasil
fotonya, memperlihatkan mereka seperti sedang berada di daratan Eropa yang
sedang dalam musim gugur.
Di samping kawah
yang menjadi tujuan utama, terdapat sebuah goa. Goa tersebut berukuran cukup
besar, pas untuk badan manusia yang ingin memasukinya. Namun, goa tersebut
ditutup. Bahkan pengunjung dilarang untuk berdiri di depan goa tersebut terlalu
lama. Menurut Ahmad
Djumarma Wirakusumah, goa tersebut merupakan goa peninggalan Belanda. Mengenai
mengapa goa tersebut ditutup, Ahmad juga tidak mengetahui penyebabnya.
Keindahan alam
Kawah Putih masih tetap bisa dinikmati meskipun dalam kondisi hujan. Uap yang
dihasilkan kawah menjadi seakan berkabut dan membentuk keindahan yang berbeda
di Kawah Putih. Yang menjadi kendala hanyalah susahnya mengambil foto dan iklim
yang semakin dingin.
Untuk dapat
memuaskan hasrat rekreasi di Kawah Putih, pengunjung harus mengeluarkan biaya
yang tergolong mahal untuk sekelas pariwisata alam, yakni Rp 17.000 per orang. Kemahalan
biaya tersebut telah beberapa kali diungkapkan oleh wisatawan yang telah
berkunjung. Khairul, pengunjung yang berasal Sumatera Barat, mengakui hal
tersebut ketika diwawancarai oleh reporter Republika. “Jika dibandingkan wisata
alam di kampung saya, Kawah Putih tergolong mahal. Belum lagi ongkos jasa
angkutannya,” ujarnya mengeluhkan. Keluhan pengunjung tersebut ternyata juga
diakui oleh Penasehat Asosiasi Travel
Agen Wisata (Asita) Jabar, Hilwan Saleh. “Mahalnya harga tiket Kawah Putih
memang sudah banyak dikomplain oleh wisatawan,” katanya ketika diwawancarai di
kantornya, Jl. Tamblong No.8 Bandung. Harga tiket tersebut juga bisa
sewaktu-waktu naik, sesuai kondisi waktu saat itu, waktu liburan atau tidak.
Selain biaya,
hal yang dikeluhkan oleh pengunjung adalah angkutan umum menuju kawasan utama
Kawah Putih dari tempat parkir di gerbang bawah. Angkutan yang dinamakan
“Ontang-anting” tersebut dikeluhkan karena ugal-ugalan. Selain itu
“Ontang-anting” tidak berpintu rapat atau bisa dikatakan terbuka.
“Ontang-anting” hanya berpintukan jendela plastik yang bisa digulung ke atas.
Hal ini dapat mengakibatkan kecelakaan, yaitu pengunjung atau barang bawaannya
yang jatuh.
Sebenarnya,
untuk angkutan menuju kawasan utama ada dua. Jika membawa mobil pribadi,
pengunjung bisa menuju ke Kawah Putih dengan mobil tersebut. Namun, pengunjung
dikenakan biaya yang cukup besar, yaitu Rp 150.000 per mobil, tetap ditambahkan
dengan biaya masuk Rp 17.000 per orang. Mahalnya biaya masuk tersebut membuat
pengunjung memilih menggunakan sarana “Ontang-anting” yang memungut biaya Rp
10.000 per orang dengan sistem antar-jemput.
Namun, meskipun
mahal, Kawah Putih cukup menyediakan fasilitas yang baik untuk pengunjung.
Selain Ontang-anting, juga disediakan tempat parkir kendaraan yang cukup aman,
meskipun harus membayar Rp 5000 untuk motor, dan Rp 6000 untuk mobil. Kamar
mandi dan tempat shalat juga tersedia di kawasan utama Kawah Putih. Selain itu,
di kawasan utama juga terdapat jasa penyewaan payung ketika hujan, dan jasa
pemotretan oleh masyarakat sekitar. Satu hal yang menjadi keluhan dan menjadi
kekurangan fasilitas di sana ialah jaringan yang susah dijangkau. Ini menjadi
usulan kepada pemerintah atau jaringan provider untuk memperkuat jaringan di
kawasan utama Kawah Putih.
Segala keluhan
yang diungkapkan pengunjung tersebut telah disampaikan kepada pemerintah dalam
berbagai bentuk. Jika mencari internet, akan banyak ditemukan tulisan mengenai
Kawah Putih berikut dengan komplainnya. Selain itu juga ada yang menyampaikan
lewat media massa cetak Jawa Barat. Namun, hingga sekarang segala bentuk
keluhan belum dapat ditangani oleh pemerintah.
Untuk
bisa sampai pada tempat wisata Kawah Putih, pengunjung dapat menempuh beberapa
jalan alternatif. Jika mengendarai mobil, pengunjung dari Jakarta bisa lewat
jalan Tol Kopo, terus menuju Soreang, hingga nanti memasuki daerah Ciwidey.
Untuk yang berangkat dari Bandung juga bisa menempuh jalan tol, yaitu masuk
jalan tol Pasteur, kemudian keluar di pintu tol Kopo untuk mengarungi jalur
yang sama. Selain itu juga bisa lewat jalan biasa. Jika dari daerah Dago, bisa
melalui jalan Pajajaran, masuk ke Cimahi, melewati Jalan Raya Nanjung, masuk
Kopo kemudian Soreang, hingga terus ke Ciwidey. Jalur tersebut juga bisa
ditempuh dengan sepeda motor. Jika menggunakan alternatif Jalan Soekarno-Hatta,
pengunjung bisa terus menyusuri jalan itu hingga perempatan Margahayu, belok
kiri menuju daerah Kopo, terus ke Soreang, lalu ke Ciwidey. Memasuki daerah
Ciwidey, pengunjung terus menyusuri jalan tersebut hingga medapati tugu besar
bertuliskan “Kawah Putih”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ngomong aja..