Apa yang Anda ketahui tentang kisah Pandawa Lima? Mayoritas masyarakat mengenal Pandawa Lima sebagai tokoh-tokoh yang gagah berani dengan kekuatan khususnya masing-masing. Namun, bagaimana jika Pandawa Lima ternyata mengocok perut masyarakat yang mengikuti kisah mereka?
Hal itulah yang
terjadi di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat. Perjuangan Pandawa
Lima dalam panggung kabaret yang mengangkat kisah Mahabarata membuat para
penonton tak malu memperlihatkan tawa bahagianya. Tak hanya tertawa, para
pelajar juga memeperlihatkan kekaguman kepada Pandawa Lima. Decak kagum
tertuang dalam riuh tepuk tangan ketika para legenda tersebut berhasil merebut
kembali kerajaan Astina dari tangan Kurawa.
Kabaret
Mahabarata yang diselenggarakan oleh Event Organizer Badalohor Broadcast and
Entertainment memang disajikan penuh kelucuan dan keharuan. Pertarungan Pandawa
dan Kurawa dalam perang Barathayudha sejenak serius, sejenak penuh lelucon. Tak
hanya Pandawa sebagai lakon yang mampu beraksi lucu, peran lain yang mendukung
jalannya cerita juga tak kalah membuat para penonton tertawa.
Ketika
diperhatikan, tawa yang ‘bergemuruh’ di gedung tersebut merupakan tawa penonton
yang ternyata siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Ya, kabaret
tersebut melibatkan banyak pelajar, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah
menengah atas, baik sebagai penampil maupun penonton. Target utama kabaret ini
memang pelajar. Oleh karena itulah kabaret tersebut dibuat lucu dan ringan,
agar dipahami pelajar pada umumnya. Hal tersebut diakui oleh Windi Ruswandi,
Pimpinan Produksi Badalohor Broadcast and Entertainment, ketika diwawancarai
setelah pementasan pada Rabu (16/1), hari kedua jadwal pementasan.
Pada hari kedua
pagelaran, bangku penonton dipadati siswa SD Lugina Sari I, Lugina Sari II, dan
Sukagalih VII. Dari tiga sekolah dasar yang terletak satu kompleks tersebut,
siswa-siswa yang ikut merupakan siswa kelas IV,V,dan VI. Merekalah yang
menyemarakkan gedung pagelaran tersebut dengan memberikan reaksi terhadap
aksi-aksi para penampil.
Satu hal yang
patut dibanggakan dari keikutsertaan siswa-siswa tersebut adalah mereka yang
meminta pada guru untuk hadir menonton pertunjukan. Guru-guru di sekolah
tersebut juga tak mau menghambat minat siswa-siswa mereka. Menurut Windresna,
guru di SD Lugina Sari, guru-guru membawa mereka ke pertunjukan sebagai bentuk
pembelajaran luar sekolah. “Mereka setelah diberi tugas menceritakan kembali
apa yang mereka tonton,untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia,” ujarnya ketika
diwawancarai setelah menonton pertunjukan. Namun, ternyata keinginan siswa
tersebut juga harus diiringi tanggung jawab masing-masing membeli tiket seharga
Rp 15.000 untuk masuk menonton pertunjukan.
Berbeda dengan tiga
SD tersebut, SMP Pelita Nusantara justru memang membawa siswanya sebagai agenda
sekolah tersebut. Agenda itu dinamakan Outing
Program yang bertujuan mengenalkan kegiatan di luar. Kegiatan yang bersifat
tematik tersebut pada hari itu membawa siswa-siswa kelas VIII menonton kabaret
Mahabaratha. Untuk kelas VII dan IX akan dibawa pada hari lain. Hal yang sama
dengan tiga SD sebelumnya, SMP Pelita Nusantara juga memberikan tugas Bahasa
Indonesia, yaitu menganalisis unsur instrinsik kabaret tersebut.
Windi mengatakan,
pemilihan kisah Mahabaratha untuk kabaret ini juga merupakan hasil survei
kepada siswa sebagai target. Lebih jelas ia mengatakan, “Kami melakukan survei
pada siswa, dan banyak siswa tidak mengetahui tentang budaya.” Mereka kemudian
memilih Mahabaratha dengan mencari kisah yang mengandung unsur budaya, yang
sarat makna sosial.
Windi
menjelaskan lebih lanjut, setelah menentukan kisah Mahabaratha mereka
mengumpulkan berbagai versi cerita yang beredar. Cerita-cerita tersebut mereka
bandingkan untuk digabungkan menjadi kisah yang utuh versi Badalohor. Ia
mengatakan, kisah Mahabaratha yang dipilih kemudian disajikan penuh dengan
perseteruan baik dan buruk, kepahlawanan dan sifat rela berkorban.
Untuk penampil,
Badalohor jelas melibatkan banyak siswa se-Kota Bandung dan Cimahi. Windi dan
rekan-rekannya memilih siswa-siswa dari 13 sekolah. Lima di antaranya sekolah
menengah pertama (SMP), sisanya sekolah menengah atas (SMA).
Dalam
persiapannya, para anggota event
organizer tersebut disebar ke 13 sekolah tersebut sebagai pelatih.
“Ibaratnya mereka itu sedang ujian di sekolah,” kata Windi menjelaskan posisi
anggota Badalohor yang menjadi pelatih. Para pelatih melatih masing-masing
sekolah dengan sedikit garapan yang berbeda di setiap sekolah. “Yang berbeda
hanya beberapa garapan seperti audio,
disesuaikan dengan karakteristik sekolah. Untuk cerita dan kostum, semua sama,”
katanya.
Setelah
siswa-siswa 13 Sekolah tersebut telah menyelesaikan waktu latihannya selama 2
bulan, mereka tampil dengan jadwal yang diatur sedemikian rupa. Pada
penampilannya, para pelatih juga ikut tampil bersama penampil dari
masing-masing sekolah. Selain penampilan masing-masing sekolah dengan cara
aktingnya masing-masing, para pelatih juga meramaikan jadwal pagelaran dengan
menampilkan kabaret yang dimainkan oleh mereka semua. Kabaret yang diisi oleh
para pelatih tersebut ditampilkan pada Rabu (16/1).
Para siswa yang
bermain peran dalam kabaret tersebut ternyata diambil dari ekstrakurikuler
teater di sekolahnya masing-masing. Dalam ekstrakurikuler, siswa kemudian akan
diberi penilaian berdasarkan aktivitas mereka masing-masing. Hal itulah yang
membuat mereka mau ikut terlibat dalam penampilan kabaret tersebut , yang juga
memudahkan Badalohor mencari dan melatih pemain.
Terbukti, para
peserta ekstrakurikuler teater tersebut mampu menyajikan kabaret yang tak kalah
baik dibanding yang ditampilkan pelatihnya. Bagaimana Arjuna memperlihatkan
ketangguhannya memanah, bagaimana Abiasa memperlihatkan kesombongannya hingga
ia mati di akhir cerita, atau bagaimana Arimba bersikap marah dan menyeramkan,
diperankan dengan baik oleh siswa-siswa tersebut.
Pertunjukan
yang berlangsung selama 59 menit 23 detik tersebut memang diakui sangat menarik
oleh para penonton. Perina, guru SMP Pelita Nusantara dengan singkat memberi
pandangan terhadap kabaret tersebut, “Well
Prepare!”. Selain itu Fahri dan Rian, siswa kelas 4 SD Sukagalih 7 mengaku
paham dan suka pada alur cerita kabaret tersebut. Satu yang disayangkan, usaha
dan keberhasilan Badalohor mengangkat budaya belum terakomodasi dengan baik
oleh pemerintah.
Pementasan
Kabaret tersebut diselenggarakan mulai tanggal 15 hingga 20 Januari 2013.
Kabaret yang direncanakan sejak Juli
2012 ini seharusnya diselenggarakan pada November 2012. Penundaan hingga Januari
2013 dikarenakan gedung pementasan direnovasi saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ngomong aja..