Sabtu, 19 September 2015

Mengapa Nama Tempat di Sumatera Barat Di-Indonesiakan?

Sebuah pertanyaan gratis, eh maksudnya sebuah pertanyaan yang sangat membuat penasaran. Mengapa banyak tempat di Sumatera Barat yang namanya di Indonesiakan.

Kalau mau dicontohkan, mungkin lebih dari seribu, eh mungkin hampir semuanya. Contohnya:

1. Bukiktinggi, menjadi Bukittinggi
2. Payokumbuah, menjadi Payakumbuh
3. Ampek Angkek, menjadi Empat Angkat
4. Aia Tawa, menjadi Air Tawar
5. Lubuak Buayo, menjadi Lubuk Buaya
6. Tanah Data, menjadi Tanah Datar
7. Gaduik, menjadi Gadut.
8. dll, masih banyak lagi.

sumber: diknas-padang


Mungkin hanya beberapa yang tidak diubah ke dalam bahasa Indonesia. Contohnya:

1. Padangpanjang, tidak diubah menjadi Pedangpanjang.
2. Sawahlunto, tidak diubah menjadi Sawahlunta
3. Koto nan Godang, tidak diubah menjadi Kota yang Besar
4. Koto Kociak, tidak diubah menjadi Kota Kecil
5. Pulau Angso nan Duo, tidak diubah menjadi Angsa yang Dua
6. Danau Maninjau, tidak diubah menjadi Danau Meninjau
7. dll, yang tak banyak lagi.

Ini pantas dipertanyakan, karena mengindikasikan suatu ketidakpercayaan diri masyarakat Sumatera Barat, terutama pemerintah yang melegalkan penggunaan nama-nama yang ditransformasi tersebut. Padahal, nama-nama khas bahasa Minangkabau yang semula dipakai akan sangat menjual dan menonjolkan identitas Sumatera Barat itu sendiri.

Dari penggunaan nama yang ditransformasi ini, terlihat ketidakpercayaan diri masyarakat akan hal-hal yang lain pula. Akibatnya, wajar saja bila banyak kebanggaan dan kebaikan khas Sumatera Barat yang tidak tereksplor dengan baik di ranah ini sendiri. Contohnya saja cara berpakaian, alangkah jarangnya pakaian adat minang saat ini di Sumatera Barat untuk kehidupan sehari-hari. Padahal, tentu saja ini sangat menarik dan akan memunculkan potensi wisata budaya di ranah ini. Bahkan pemerintah dan pemuka masyarakat pun tidak percaya diri untuk memunculkan kebijakan tersebut.

Masyarakat juga menjadi tidak percaya diri untuk bertutur kata yang baik yang sesuai kaidah pepatah petitih yang dulu sempat berlaku di Minangkabau. Ini juga berdampak pada sistem kehidupan khas budaya dan adat Minangkabau yang penuh akan kebaikan masyarakat, yang tidak lagi jadi suatu hal yang dibanggakan oleh seluruh elemen masyarakat. Ini semua karena kurangnya kepercayaan pada diri sendiri.

Kembali ke nama-nama tadi, kita harus belajar pada daerah lain di Indonesia, yang masih percaya diri akan kekhasannya. Contohnya saja budaya dan ranah Sunda. Bayangkan bila mereka mengganti nama Cibereum menjadi Sungai Merah, atau Cikole menjadi Sungai Kole. Lihat juga nama-nama daerah di Jawa Tengah, mereka tetap menggunakan Wonosobo, Purworejo, Sukoharjo, dll. Mereka masih percaya diri, dan nama-nama tersebut melekat sebagai identitas mereka.

Kepercayaan diri pada identitas, selagi itu tidak hal yang buruk lebih baik dipertahankan. Itulah yang menunjukkan jati diri kita, dan itulah yang akan membantu menguatkan kebersamaan nanti.

Bayangkan jika terwujud zona bebas Asean nanti, mungkin nama-nama daerah di Sumatera Barat akan naik level menjadi: High-Hills, Long-Sword, Crocodile-Pool, Cage-Stone, dll.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ngomong aja..

Powered By Blogger